Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus
yang diakui dan diberikan kepada daerah khusus, untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
dan hak-hak dasar masyarakat. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang. Yang dimaksud satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus adalah daerah yang diberikan otonomi khusus.
Daerah-daerah yang diberikan otonomi khusus ini adalah :
a. Provinsi
Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
b. Daerah Istimewa Yogyakarta
c. Provinsi
Aceh.
d. Provinsi Papua
dan Papua Barat.
2. Dasar Hukum Otsus
Pasal 18A
(1) Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,
dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
(2) Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemamfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
(1) Negara
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
(2) Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan
undang-undang.
3. Kriteria Pemberian Otonomi Khusus di
Indonesia
Pemberian otonomi yang berbeda atas satu
daerah atau wilayah dari beberapa daerah merupakan praktek penyelenggaraan
pemerintahan yang cukup umum ditemui dalam pengalaman pengaturan politik di
banyak negara. Pengalaman ini berlangsung baik di dalam bentuk negara kesatuan
yang didesentralisasikan, maupun dalam format pengaturan
federatif. Pemberian otonomi khusus dikelompokan dalam beberapa bagian
diantaranya:
1)
Dalam hal historis,
yakni mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena asal usul kesejarahan
suatu daerah.
2)
Dalam hal politik
diantaranya:
a)
Mendapatkan pengakuan
khusus dari negara karena untuk mengurangi konflik berkepanjangan yang terjadi
didalam daerah, baik Suku, Ras, Agama dan lainnya.
b)
Mendapatkan pengakuan
khusus dari negara agar daerah tidak memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia atau dengan kata lain menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3)
Dalam hal sosial-kultural
diantaranya:
a)
Mendapatkan pengakuan
khusus dari negara karena untuk menghargai budaya kental dari suatu daerah,
seperti Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang sangat kental kebudayaan islam
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Mendapatkan pengakuan khusus dari negara karena adanya kekhususan dibidang tertentu pada daerah tersebut seperti pariwisata dan letak geografis suatu daerah.
4)
Dalam hal ekonomi yakni
:
Mendapatkan pengakuan khusus dari
negara untuk membantu ketertinggalan suatu daerah dengan daerah lainnya,
seperti Papua adalah daerah yang kaya, namun tertinggal dalam banyak bidang
seperti ekonomi, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan dan lainnya.
5)
Dalam hal fungsional
yakni:
Daerah
DKI Jakarta mendapatkan pengakuan khusus dikarenakan DKI Jakarta ini dalam
kedudukannya sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai
daerah otonom yang memiliki fungsi dan peran yang penting dalam mendukung
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Kawasan
Khusus menurut Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 19 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004
adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/ kota yang ditetapkan
oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat
khusus bagi kepentingan nasional. Adapun menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah kriteria dalam menetapkan kawasan khusus suatu
daerah diantaranya:
1. Kawasan Cagar
Budaya;
2. Kawasan Taman
Nasional;
3. Kawasan
Pengembangan Industri Strategis;
4. Kawasan
Pengembangan Teknologi Tinggi (seperti pengembangan nuklir); 5. Kawasan
Peluncuran Peluru Kendali;
6. Kawasan
Pengembangan Prasarana Komunikasi;
7. Kawasan
Telekomunikasi;
8. Kawasan
Transportasi;
9. Kawasan
Pelabuhan dan Daerah Perdagangan Bebas;
10. Kawasan
Pangakalan Militer;
11. Kawasan
Wilayah Eksploitasi;
12. Kawasan
Konservasi Bahan Galian Strategis;
13. Kawasan
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Nasional;
14. Kawasan
Laboratorium Sosial;
15. Kawasan
Lembaga Pemasyarakatan Spesifik.
Pemerintah wajib mengikutsertakan
pemerintah daerah dalam pembentukan kawasan khusus tersebut. Mengikutsertakan
dalam ketentuan adalah perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pemanfaatan.
Daerah dapat mengusulkan pembentukan kawasan khusus kepada pemerintah.
Undang-Undang tidak mengatur secara khusus terhadap syarat dan kriteria suatu
daerah untuk memperoleh pengakuan Otonomi Khusus, jadi tidak menutup
kemungkinan suatu daerah yang memiliki kawasan khusus dengan kriteria di atas akan dapat untuk memperoleh
Pengakuan Otonomi Khusus oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus didalam Pasal 4
dijelaskan bahwa Penetapan kawasan khusus harus memenuhi persyaratan
administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Di dalam Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Administratif
diantaranya:
1. Persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 terhadap usulan yang disampaikan oleh menteri dan/atau
pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian meliputi:
a.
rencana penetapan
kawasan khusus yang paling sedikit memuat:
1)
studi kelayakan yang
mencakup anara lain sasaran yang ingin dicapai, analisis dampak terhadap
politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, ketertiban dan ketentraman,
pertahanan dan keamanan;
2)
luas dan status hak
atas tanah;
3)
rencana dan sumber
pendanaan; dan
4)
rencana strategis.
b.
rekomendasi
bupati/walikota dan gubernur yang bersangkutan; dan
c.
rekomendasi DPOD
setelah berkoordinasi dengan menteri yang bidang tugasnya terkait dengan fungsi
pemerintahan tertentu yang akan diselenggarakan dalam kawasan khusus.
2. Persyaratan administratif terhadap usulan yang
disampaikan oleh gubernur meliputi:
a.
rekomendasi dari
pemerintah kabupaten/kota yang bagian wilayahnya akan diusulkan sebagai kawasan
khusus;
b.
keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah provinsi tentang persetujuan penetapan kawasan khusus;
dan
c.
rencana penetapan
kawasan khusus sebagiama dimaksud di atas.
3. Persyaratan administratif
terhadap usulan yang disampaikan oleh bupati/walikota
meliputi :
a.
rekomendasi gubernur
yang bersangkutan;
b.
keputusan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota tentang persetujuan penetapan kawasan khusus; dan
c.
rencana penetapan
kawasan khusus sebagaimana dimaksud di atas.
Di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Teknis diantaranya:
1. Persyaratan teknis sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 4 terhadap usulan yang disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, bupati/walikota meliputi faktor
kemampuan ekonomi dan potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, luas
kawasan, kemampuan keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
2. Penilaian terhadap faktor sebagaimana dimaksud
diatas dilakukan berdasarkan indikator masing-masing faktor yang disusun oleh
kementerian dan/ atau lembaga pemerintah nonkemerterian, gubernur,
bupati/walikota sesuai bidang tugas masing-masing.
Di dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2010 menjelaskan Persyaratan Fisik Kewilayahan diantaranya:
Persyaratan fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud diatas terhadap usulan
penetapan kawasan khusus yang disampaikan oleh menteri dan/atau pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur dan bupati/walikota meliputi:
a.
peta lokasi kawasan
khusus ditetapkan dengan titik koordinat geografis sebagai titk batas kawasan
khusus;
b.
status tanah kawasan
khusus merupakan tanah yang dikuasai Pemerintah/pemerintah daerh dan tidak
dalam sengketa; dan
c.
batas kawasan khusus.
Inilah syarat pengaturan kawasan khusus menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2010, sebagai pelaksana dari penetapan pembentukan daerah dan kawasan
khusus di daerah dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
4. Alasan Otsus Bagi Kalimantan
1.
Dalam hal historis
Secara histroris, ada beberapa daerah di
Kalimantan yang pernah mendapat kedudukan sebagai Daerah Istimewa, antara lain
:
Berau (1953-1959)
Daerah Istimewa Berau adalah daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam
lingkungan Provinsi
Kalimantan.
Daerah Istimewa Berau dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953
tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal
usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Berau terdiri atas swapraja Sambaliung dan swapraja Gunung-Tabur. Keistimewaan Daerah Istimewa Berau meliputi pengangkatan Kepala Daerah
Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Berau dijabat oleh Sultan Muhammad Amminuddin. Daerah Istimewa Berau dihapus dengan UU
27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten
Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Berau di dalam
lingkungan Provinsi
Kalimantan Timur.
Bulongan (1953-1959)
Daerah Istimewa Bulongan adalah daerah istimewa setingkat
kabupaten di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan. Daerah Istimewa Bulongan
dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal usul yang
dimilikinya. Daerah Istimewa Bulongan terdiri atas swapraja Bulongan.
Keistimewaan Daerah Istimewa Bulongan meliputi pengangkatan Kepala Daerah
Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Bulongan dijabat oleh Sultan Maulana Muhammad
Jalaluddin, sampai mangkat dia pada 1958. Daerah Istimewa Bulongan dihapus
dengan UU 27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten
Bulongan di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan Timur. Kini wilayah bekas
Daerah Istimewa Bulongan, yang meliputi kabupaten-kabupaten Bulungan, Malinau, Nunukan, Tana Tidung, dan Kota Tarakan, dibentuk satu provinsi, Provinsi
Kalimantan Utara pada 17 November 2012, terpisah dari Provinsi Kalimantan Timur.
Kalimantan Barat (1946-1950)
Daerah Istimewa Kalimantan Barat adalah Satuan Kenegaraan Yang Tegak
Sendiri dalam lingkungan Republik
Indonesia Serikat yang berkedudukan sebagai daerah istimewa. Daerah Istimewa
Kalimantan Barat dibentuk oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda pada 28 Oktober 1946 sebagai Dewan Borneo Barat dan mendapat kedudukan
sebagai Daerah Istimewa pada 12 Mei 1947. Daerah Istimewa Kalimantan Barat
meliputi Swapraja Sambas, Swapraja Pontianak, Swapraja Mampawah, Swapraja Landak, Swapraja Kubu, Swapraja Matan, Swapraja Sukadana, Swapraja Simpang, Swapraja Sanggau, Swapraja Tayan, Swapraja Sintang, Neo-swapraja Meliau, Neo-swapraja Pinoh,
dan Neo-swapraja Kapuas Hulu[65]. Kepala Daerah Istimewa Kalimantan Barat
adalah Sultan Swapraja Pontianak, Hamid II Alqadrie. Sebelum 5 April 1950 Satuan Kenegaraan Yang Tegak Sendiri Daerah
Istimewa Kalimantan Barat bergabung dengan Negara Bagian Republik Indonesia
(RI-Yogyakarta). Daerahnya kemudian menjadi bagian dari Provinsi Administratif
Kalimantan. Kini wilayah Daerah Istimewa Kalimantan Barat menjadi Provinsi
Kalimantan Barat yang telah dibentuk pada tahun 1956.
Kutai (1953-1959)
Daerah Istimewa Kutai adalah daerah istimewa setingkat kabupaten di dalam
lingkungan Provinsi
Kalimantan.
Daerah Istimewa Kutai dibentuk oleh negara Indonesia dengan UU Darurat 3/1953
tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II di Kalimantan karena hak asal
usul yang dimilikinya. Daerah Istimewa Kutai terdiri atas swapraja Kutai.
Keistimewaan Daerah Istimewa Kutai meliputi pengangkatan Kepala Daerah
Istimewa. Kepala Daerah Istimewa Kutai dijabat oleh Sultan A.M. Parikesit. Daerah Istimewa Kutai dihapus dengan UU
27/1959 tentang Penetapan UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan Kabupaten
Daerah Tingkat II di Kalimantan. Daerahnya dijadikan Kabupaten Kutai, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan
Timur. Kini wilayah bekas Daerah Istimewa Kutai meliputi Kabupaten Kutai
Kertanegara,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Balikpapan, Kota Samarinda, dan
Kota Bontang di dalam lingkungan Provinsi Kalimantan
Timur.
Dengan historis yang panjang tersebut, maka layaklah wilayah Kalimantan diberi tempat secara istimewa dengan memberikan otonomi khusus.
2.
Dalam hal politik
a.
Konflik sosial (konflik
antaretnik) di Kalimantan Barat, khususnya Dayak dengan Madura, Arafat (1998)
mencatat bahwa sejak 1933 sampai dengan 1997, telah terjadi setidaknya 10 kali
konflik dengan kekerasan. Alqadrie (1999) menyatakan bahwa sejak 1962 sampai
dengan 1999, telah terjadi setidaknya 11 kali. Sementara Petebang et al (2000)
mencatat, sejak tahun 1952 sampai dengan tahun 1999, telah terjadi sebanyak 12
kali. Ketiga sumber mencatat frekuensi konflik yan g berbeda, walaupun demikian
setidakn ya mereka menggambarkan fenomena sekaligus fakta yang sama bahwa
konflik terjadi relatif sering dan selalu berulang. Dalam kurun waktu 50 sampai
dengan 60 tahun terakhir, telah terjadi 10 sampai dengan 12 kali konflik. Hal
ini berarti bahwa dalam kurun waktu 4 – 5 tahun, rata-rata telah terjadi sekali
konflik (Bahari, 2005). Konflik yang lain, seperti antara etnik Melayu dengan
Madura, tidak sekeras konflik tersebut. Sementara itu, konflik etnik Dayak
dengan Cina, Melayu dengan Cina, dan Melayu den gan Dayak cen der un g berbau
politik (Aditjon dro, dalam Petebang et al., 2000; Andasputra et al.,1999;
Bahari, 2005). Berdasarkan fakta yang dikemukakan tersebut, sejarah konflik
antaretnik khusus, antara Dayak dengan Madura, di Kalimantan Barat merupakan suatu
sejarah yang panjang yang terus berulang- ulang dan cenderung semakin membesar,
baik dilihat dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Di Kalimantan Tengah konflik antara Dayak dan Madura terjadi pada
Desember 1996 dan Januari 1997, lalu di Tahun 2001 terjadi konflik Sosial
antara Dayak dan Madura di Sampit. Penyebab timbulnya koflik ini dipicu oleh
berbagai hal, antara lain adanya gab antara budaya asli dan budaya pendatang,
kesenjangan sosial-ekonomi, politisasi konflik, dan lain sebagainya. Oleh
karenanya, salah satu solusi untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan
keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan Suku Dayak dengan suku lainnya,
salah satu upayanya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat Suku Dayak serta
memberikan kesempatan kepada penduduk asli Suku Dayak, melalui kebijakan khusus
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Pembangunan di Kalimantan selama ini belum sepenuhnya dinikmati oleh seluruh masyarakat, terutama yang berada di pedalaman dan perbatasan (Perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia membentang sepanjang 2.019 km dari Tanjung Datuk di Kalimantan Barat, melewati dataran tinggi pedalaman Kalimantan, hingga ke Teluk Sebatik dan Laut Sulawesi di sebelah Timur Kalimantan. Perbatasan ini memisahkan provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat di Indonesia dengan negara bagian Sabah dan Sarawak di Malaysia). Infrastruktur yang minim, layanan kesehatan yang sulit, pendidikan yang kurang memadai, listrik tidak ada. Padahal wilayah pedalaman dan perbatasan adalah wilayah yang kekayaan banyak dibawa untuk membangun Indonesia ini (kebijakan pembangunan yang sentralistik), sehingga mereka merasa dianaktirikan, diperlakukan tidak adil (kekayan alamnya diangkut, tapi wilayahnya tetap minim infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan). Untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi mereka, maka perlu melakukan pendekatan kesejahteraan, bukan pendekatan keamanan sehingga mereka bukan merasa sebagai anak-tiri di Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini. Upaya konkretnya adalah dengan memberikan otonomi khusus bagi Kalimantan.
3.
Dalam hal
sosial-kultural diantaranya:
a.
Suku Dayak sebagai
bagian dari Suku Bangsa di Benua Asia, menganut trilogi peradaban kebudayaan,
yaitu hormat dan patuh kepada leluhur, hormat dan patuh kepada orangtua, serta
hormat dan patuh kepada negara. Trilogi peradaban kebudayaan Asia dimaksudkan,
sebagai pembentuk karakter, identitas dan jatidiri manusia Suku Dayak beradat,
yaitu berdamai dan serasi dengan leluhur, berdamai dan serasi dengan alam
semesta, serta berdamai dan serasi dengan sesama dan negara.
Manusia Suku Dayak
beradat lahir dari sistem religi/agama Dayak dengan sumber doktrin legenda suci
Dayak, mitos suci Dayak, adat istiadat Dayak dan hukum adat Dayak, dengan
menempatkan hutan (terutama situs pemukiman dan situs pemujaan) sebagai sumber
dan simbol peradaban.[1]
Dari sisi peradaban ini, Suku Dayak
memiliki catatan penting. Balai Arkeologi Banjarmasin tahun 1998, bahwa Suku
Dayak sebagai penduduk asli atau asal di Pulau Kalimantan, dengan ditemukannya
Kerajaan Nan Sarunai, kerajaan milik Suku Dayak Maanyan di Amungtai, Provinsi
Kalimantan Selatan, pada 242 – 226 Sebelum Masehi (SM), sebagai kerajaan
prasejarah paling tua di Indonesia.
Dengan demikian, maka Kalimantan secara khusus suku Dayak memiliki budaya dan peradaban yang tinggi bagi Indonesia. Oleh karenanya, sangat wajar jika Kalimantan diberi kekhususan, berupa otonomi khusus.
b. Program Heart of Borneo (HoB) yang diinisiasi oleh Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sejak 12 Februari 2007, untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo yang didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Luas kawasan HoB di tiga negara meliputi areal seluas kurang lebih 23 juta hektar yang secara ekologis saling berhubungan. Wilayah HoB sebagian besar berada di Indonesia yaitu sekitar 72% yang didominasi oleh hutan hujan tropis. Kawasan HoB memiliki 7 fungsi penting yaitu tutupan kawasan hutan, melimpahnya keanekaragaman hayati, menara air, kelerengan kawasan, penyimpan karbon, sosial-budaya dan ekowisata. Salah satu fungsi penting kawasan HoB adalah sebagai menara air, dimana 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo berhulu di kawasan HoB, seperti Sungai Barito, Sungai Mahakam, Sungai Kapuas dan lainnya. Dengan posisi yang demikian, maka Kalimantan memiliki arti dan posisi yang sangat penting dan strategis, bukan saja bagi Indonesia, tapi juga bagi dunia secara keseluruhan, karena Kalimantan adalah paru-paru dunia. Untuk itu, maka Kalimantan harus diberi kekhususan dan keistimewaan supaya paru-paru dunia tersebut tetap terjaga. Jika Kalimantan hancur maka akan berdampak luas bagi Indonesia dan dunia.
4.
Dalam hal ekonomi yakni
:
Kalimantan adalah daerah yang kaya sumber daya alamnya, namun orang Dayak sebagai penduduk asli, tertinggal dalam banyak bidang seperti ekonomi, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Selama ini hasil kekayaan alam Kalimantan belum dinikmati secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat asli, sehingga berakibat terjadinya kesenjangan antara Kalimantan dan daerah lain, antara penduduk asli dan bukan asli, bahkan cenderung terjadinya pengabaian hak-hak dasar penduduk asli Suku Dayak di Kalimantan. Di daerah Pedalaman dan perbatasan Kalimantan orang tidak menikmati jalanan beraspal, tidak menikmati listrik, layanan kesehatan yang memadai dan pendidikan yang layak. Untuk mengurangi kesenjangan antara provinsi di Kalimantan dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Kalimantan, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Suku Dayak, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.
Dalam hal
fungsional
Penetapan IKN oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Agustus 2019 menjadi momentum yang sangat luarbiasa bagi masyarakat secara khusus di Kalimantan Timur dan secara umum di Kalimantan. Kalimantan yang merupakan satu kesatuan (Pulau Dayak) menyandang status barunya, yakni sebagai Ibu Kota Negara. Dengan menyandang status barunya tersebut, berarti pula harus ada perlakuan yang khusus terhadap Kalimantan secara umum, yakni berupa pemberian otonomi khusus bagi daerah-daerah di sekitar sebagain Penajam Paser dan Kutai Kertanegara karena merupakan satu kesatuan Pulau Dayak.
[1] Aju, 2019, Hakim Adat Dayak, Agama Dayak, Tumbang Anoi 1894 – 2019; Pontianak: Derwati Press.
Comments