MENYELAMI SISI LAIN 2 NOVEMBER ALL SOULS DAY: TRADISI DAN PENGHAYATAN DI SUKU DAYAK KALIMANTAN BARAT

Setiap menjelang 2 November masyarakat Dayak diaspora sudah sibuk memesan tiket untuk mudik ke kampung halaman. Obrolan dunia maya dan group-group medsos juga sibuk dengan janjian dan planning bersama. Sedangkan keluarga dan handai taulan yang di kampung halaman juga sibuk membuat persiapan dan menyusun budget untuk maksud yang sama. Semua persiapan dan kesibukkan itu bermuara pada perayaan Sembahyang Arwah atau All Souls Day yang jatuh setiap tanggal 2 November. 


Meski yang merayakan ini adalah umat Katolik, tetapi keluarga dan handai taulan yang beragama Islam, Protestan, Kong Fu Cu berkumpul bersama untuk ikut merayakannya. Fenomena dan tradisi ini masih tergolong muda karena baru berlangsung kira-kira dua dekade terakhir. Tradisi ini tergolong unik di kalangan umat Katolik Kalimantan Barat, khususnya masyarakat Dayak, karena hanya tiga perayaan saja yang sanggup memanggil para anak rantau untuk mudik massal ke tanah kelahiran, yaitu perayaan Natal dan Tahun Baru, Gawai Dayak, dan Sembahyang Arwah. 

Tulisan ini berangkat dari pengamatan saya setelah dua tahun terakhir ini kembali dan tinggal di Kalimantan Barat. Melalui tulisan yang sederhana dan agak tergesa-gesa ini saya coba menggali makna sembahyang arwah yang dipraktekkan oleh kalangan umat Katolik yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan Barat. MAKNA RELIGIUS Masyarakat Dayak yang beragama Katolik setiap tanggal 2 November berkumpul untuk mengenang dan berdoa bagi sanak keluarga yang telah meninggal. 

Sesuai dengan ajaran Katolik dan dalam iman akan Kristus, mereka percaya bahwa apa yang dinamakan Persekutuan para Kudus itu meliputi baik kita yang masih hidup di dunia ini, maupun semua orang Kudus di Surga, dan semua orang yang telah meninggal dunia. Bersama-sama kita membentuk dan terhimpun di dalam satu Gereja, yaitu Tubuh Mistik Kristus. Dalam ajaran Katolik dikatakan bahwa sesudah pengembaraan kita di dunia ini selesai, tersedialah bagi kita kediaman abadi di surga. Kematian merupakan saat kita mempercayakan diri secara total kepada Kristus, kebangkitan, dan kehidupan kita. Dia adalah pokok pengharapan kita yang mengantar kita pulang ke rumah Bapa di Surga. 

Gereja Katolik mengajarkan bahwa arwah semua orang beriman belum disucikan sepenuhnya dan masih harus menjalankan penyucian agar dapat masuk ke dalam kegembiraan surga (KGK 1030). Proses penyucian itu disebut Gereja sebagai purgatorium/api penyucian (KGK 1031). Atas dasar iman itu, umat Katolik memohon agar keluarga dan kaum kerabatnya yang telah meninggal disucikan dari segala dosanya, dibebaskan dari segala hambatan dan noda, dan boleh menikmati kebahagian kekal di surga. 

MAKNA BUDAYA 
Jika pada umumnya, baik di berbagai benua maupun keuskupan yang ada di Indonesia (kecuali di Flores), ada sesuatu yang khas dari umat Katolik yang ada di perkampungan Dayak Kalimantan Barat adalah bahwa misa atau pun ibadat arwah pada tanggal 2 November diadakan bukan di gereja atau kapela, tetapi di perkuburan. Lalu setelah misa/ibadat, setiap keluarga akan mempersembahkan makanan dan minuman di kuburan anggota keluarga yang meninggal tersebut. 

Makanan dan minuman yang disajikan itu tidak seperti menu sehari-hari, tetapi mereka berusaha memberikan yang terbaik seperti lauk babi, ayam, ikan. Selain itu disajikan juga makanan dan minuman yang sangat disukai almahum/almahumah selama hidup di dunia dulu. Ketika dulu dia suka arak atau bir, maka diberikan juga arak atau bir. Intinya apa yang menjadi makanan dan minuman favoritnya, itu yang disajikan di atas kuburan. 

Ini merupakan praktek budaya khas masyarakat Dayak Kalimantan yaitu memberi makan dan minum bagi orang yang sudah meninggal. Dalam kalangan masyarakat Dayak, ada kepercayaan bahwa orang yang sudah meninggal itu tidak hilang atau musnah tetapi pindah alam. Dalam konsep orang Dayak, ada tiga alam yaitu alam atas yang didiami oleh Jebata, alam tengah yang didiami manusia yang hidup, dan alam bawah yang didiami oleh orang yang meninggal. 

Namun pola kehidupan antara penghuni dunia tengah dan dunia bawah itu hampir sama. Selain itu hubungan mereka juga tidak putus dan masih bisa berkomunikasi melalui mimpi atau petunjuk tertentu. Maka memberi makan dan minum untuk orang meninggal itu merupakan wujud hubungan, komunikasi, dukungan, perhatian dan cinta dari keluarga yang masih hidup di dunia tengah untuk anggota keluarga mereka yang sudah beralih ke dunia bawah. 


MAKNA KOMUNAL 
Masyarakat Dayak, meskipun sudah tinggal di rumah tunggal tetapi pola dan gaya hidup masih dipengaruhi sistem dan jiwa rumah betang yang bersifat komunal. Hal ini nampak dari arsitektur perkampungan dan perumahan masyarakat Dayak, meskipun tanah masih luas dan jumlah penduduk sedikit, tetapi bangunan antar rumah kadang berhimpitan dan hampir menempel satu dengan yang lain. 

Demikian juga dalam sistem upacara, kegiatan, dan sosialitas, budaya komunal sangat kental dalam dinamika kehidupan masyarakat Dayak. Dalam sembahyang arwah di perkuburan umum, budaya komunal ini terasa sekali. Masing-masing keluarga akan membawa makanan dan minuman yang lebih, baik kuantitas maupun kualitasnya. Nanti semua yang mereka bawa itu, akan dimakan dan diminum bersama seluruh orang yang hadir. Di sini orang bisa makan dan minum sepuasnya dalam semangat berbagi yang luar biasa, karena setiap orang ingin memberikan yang terbaik bagi yang lain.

Penulis Oleh: Yanto Laung (Ketua DAD Tayan Hilir)

Comments